Lorong itu penuh orang namun lengang. Semua orang berkostum sama, hem putih dengan celana hitam, rok hitam, dasi hitam, dan sepatu hitam. Masing-masing dari mereka sibuk dengan diri sendiri, membuka-buka berkas, menelusuri halaman demi halaman, memejamkan mata berdoa atau sedang mondar-mandir tanpa bersuara. Di sebuah sudut seorang pemuda berjongkok dengan sebuah foto di tangan. Serius, pemuda itu tenggelam kepada sosok wanita yang ada di foto. Dia sedang gelisah, sama seperti beberapa pemuda lain yang juga sibuk dengan diri sendiri. Dia mencoba mencari ketenangan dengan interaksi tanpa suara dengan foto itu. Perlahan dia membaliknya, jemarinya lihai menelusuri huruf demi huruf yang tersusun. Rasa tegang dan buncahan semangat telah membakar si pemuda. Selama 2 menit dia kembali membayangkan kebersamaanya dengan si wanita. Hanya 2 menit, dan itu cukup untuk membakar api semangatnya. “Kreeek...,” suara pintu terbuka. Sosok pemuda dengan kostum sepadan keluar dari ruangan.