Skip to main content

Posts

Merenungi Buku "Merasa Pintar, Bodoh Saja tak Punya"

dok.pri/irerosana Seluruh dunia harus kenal sama yang namanya Cak Dlahom. Orangnya nyentrik, unik dan punya kelakuan yang berbeda dari kebanyakan orang di kampungnya.  Pekerjaannya luntang lantung, terkadang ia berbicara pada air, tidur di kandang kambing, menciumi mereka sembari menangis hingga tidur telanjang di mimbar masjid.  Wajar kiranya jika ia lewat selalu diteriaki “orang gila”  oleh anak-anak dan dianggap tak waras oleh penduduk sekitar. Tentu saja bukan karena kelakuannya yang aneh, dunia perlu tahu yang saya maksud adalah soal pemahaman agama Cak Dlahom yang kerap menyentil orang-orang di kampungnya termasuk juga pembaca. Cak Dlahom adalah tokoh fiksi yang dibuat oleh Rusdi Mathari, sang penulis buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya ini. Kisah Cak Dlahom sebetulnya adalah tulisan seri ramadan dari situs Mojok.co yang kemudian dibukukan.  Ceritanya dalam kisah ini, Cak Dlahom adalah seorang sufi dari Madura. Meski kelakuannya tidak wajar tapi soal ilmu ...
Recent posts

Plepah Pinang untuk Bumi yang Lebih Baik

Petani Pinang Jambi | istagram : @plepah_id Mungkin publik mulai lupa dengan berita tentang paus sperma yang mati dan terdampar di Wakatobi pada tahun 2018 lalu. Yah, anda tidak salah baca, itu terjadi di Wakatobi yang katanya surga bawah lautnya Indonesia. Lebih parahnya lagi di dalam perut si paus ditemukan sampah plastik sebanyak 5,9 kilogram. Isinya bermacam-macam, mulai dari gelas plastik, botol plastik, kantong plastik, tali rafia bahkan sandal jepit.  Berita tentang sampah dalam perut paus memberi sinyal bahwa laut kita sedang tidak baik-baik saja. Itu pulalah yang juga dirasakan oleh seorang Rengkuh Banyu Mahandaru ketika menapakkan kaki di Wakatobi. Rengkuh senang diving , tapi belakangan hobinya itu tidak lagi menyenangkan. “Waktu saya ke Wakatobi, saya merasakan langsung dampak styrofoam dan plastik mengganggu sesuatu yang membuat saya senangi” ujar Rengkuh Banyu Mahandaru, founder Plepah dalam acara Astra Talks 15th SATU Indonesia Awards 2024 yang berlangsung di Men...

Melambat Bersama Haruki Murakami dan Lelaki-Lelaki tanpa Perempuan

Haruki Murakami tak ingin hidup dengan pikiran-pikiran liarnya seorang sendiri. Dan seperti cerita-cerita yang selama ini beredar tentang dirinya, ia membiarkan dunia tahu tentang isi kepalanya sejak menonton pertandingan bisbol antara Yakult Swallows dan Hiroshima Carp. Ia pulang lalu menulis novel pertamanya dan mendapat penghargaan sastra Gunzou setahun setelahnya. (dan cerita ini akan terus saya ulang sejauh saya mereview novel-novelnya) Tak bisa tidak, sebagai seorang yang bercita-cita menulis novel suatu hari nanti, cerita tentang betapa mudahnya jalan literasi Murakami tentu menimbulkan rasa iri yang berkepanjangan. Haruskah saya menonton bisbol? Ataukah menelusuri jalan pikirannya? Tapi mungkin cerita hidupnya terdengar mudah karena isi pikirannya yang terlanjut sulit. Buku Lelaki-lelaki tanpa Perempuan ini adalah karya Murakami kesekian yang telah selesai saya baca. Ada garis merah di antara karya-karyanya. Ia memasukkan banyak bagian dari hidupnya, entah soal kebiasaan, kegem...

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Wajah Ibu Kota dalam Buku "Cerita-Cerita Jakarta"

Jakarta punya banyak cerita. Dari sela gedung-gedung tinggi menjulang hingga gang-gang sempit yang hanya muat untuk dilewati satu kendaraan. Dari halaman rumah-rumah di kawasan elit hingga emperan toko-toko lawas bekas tragedi 98. Dari banjir yang membenamkan ruas jalan hingga asap knalpot yang saling berhimpitan. Terlalu banyak cerita di Jakarta yang tak bisa ditampung dalam sebuah buku. Butuh berjilid-jilid, beribu-ribu lembar. Tapi buku ini mencoba menjadi jendela untuk kamu bisa mengintip apa saja yang mungkin terjadi di tubuh Jakarta dari sisi  marjinal.   Nama-nama penulis besar ada di baliknya sebut saja Sabda Armandio yang salah satu bukunya  berjudul 24 Jam Bersama Gaspar telah difilmkan beberapa waktu lalu, Yusi Avianto Pareanom alias om Pencuri Daging Sapi, Afrizal Malna yang pernah mendapat penghargaan Man of The Year tahun 2009 dari Majalah TEMPO, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie -yang untuk menuliskannya pun saya harus berhati-hati karena tricky, Ben Sohi...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...