Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota.
Tapi karena ini soal hari jadi
suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan
dulu hiking. Sebenarnya sudah lama
juga saya ingin menemaninya hiking tapi
memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin.
Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?!
Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata
glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor.
Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa keperluan maka glamping
lebih simpel karena sudah disediakan oleh penyelenggara. Mulai dari tenda,
lampu, bahkan di beberapa paket glamping makanan pun sudah disediakan atau bisa
dipesan. Ibarat kata kita cuma bawa diri pun jadi.
Dari segi keamanan glamping juga
lebih aman karena areanya dijaga dan dikondisikan. Saya memilih glamping karena
unsur campingnya masih ada yaitu pakai tenda (sesuai keinginan suami). Di
samping itu saya orangnya tidak mau repot dan susah sih, he.
Sayangnya, nasib kami kurang
mujur, mendekati hari H kami belum juga menemukan tempat glamping yang masih available. Di sini kami belajar satu hal
yaitu tidak menyepelekan rencana liburan. Harusnya kami memesannya jauh-jauh
hari.
Semua penyedia glamping kami
hubungi, dari Bandung hingga Bogor tapi nihil. Sepertinya kebutuhan orang-orang
untuk healing meningkat seiring hidup yang semakin rumit :D
Pada hari H saya suda pasrah dan
berencana merayakan ulang tahun suami dengan pergi ke dekat-dekat rumah saja.
Tapi rupanya pukul 8 pagi saya mendapat pesan, ada satu spot tenda available karena ada yang cancel. Pesan itu datang dari De Wind
Villas Bogor, penyedia akomodasi yang sedari semalam saya hubungi. Lokasinya ada
di daerah Megamendung, Bogor.
![]() |
salah satu spot De Wind Villas |
Dibanding menyebutnya tempat
camping, De Wind Villas sebetulnya lebih layak disebut villa private yang dengan
beberapa jenis penginapan. Ada villa tapi ada juga tenda camping.
Di kala weekend, area ini ini rata-rata akan full booking sehingga spot tenda yang kami dapat bisa dibilang sebuah
keberuntungan. Rupa rupanya semesta masih belum mengijinkan rencana kami berubah
menjadi wacana. Kami pun berangkat dadakan dengan perlengkapan seadanya.
Setelah menempuh perjalanan
kurang lebih 2 jam, kami pun sampai di lokasi pada pukul satu siang – yang seharusnya
masuk pukul 2 siang. Kami di sambut perempuan paruh baya yang belakangan saya
tahu namanya Mbak Manis. Ia mengajak kami berkeliling area lalu memberikan password wifi.
Oh ya, kami membayar Rp. 250.000
untuk sewa satu hari satu malam. Tenda yang kami tempati ternyata sudah
dilengkapi dengan kasur empuk (untuk 2 orang), selimut tebal, colokan listrik
dan lampu.
![]() |
suasana tenda ketika malam hari |
Rupanya harga yang kami bayar juga
sudah include fasilitas umum seperti wifi, dapur umum, parkir, toilet serta
mushola. Saya belum pernah glamping sebelumnya jadi belum ada gambaran seperti apa
sehingga bisa dibilang kurang persiapan.
Kalau tahu ada dapur umum
tentunya saya akan membawa banyak bahan makanan seperti indomie, nugget, cireng dan bahan-bahan lain yang
mudah diolah. Kala itu kami hanya membawa keripik pisang (yang kami beli
diperjalanan), kentang goreng serta sisa brownies gagal yang saya buat malam
sebelumnya.
Mbak Manis menangkap kekhawatiran
kami dan berusaha memastikan kami tidak akan kelaparan. Ia memberikan nomer WhatsApp agar
kami bisa memesan makanan padanya. Rupanya di sana menyediakan fasilitas pesan
makanan dan minuman bagi mereka yang tak mau repot-repot memasak. Kami tinggal
pesan melalui WhatsApp dan makanan akan di antar segera. Namanya juga
glamping, semua serba mudah dan simpel.
Harga-harganya tergolong standar untuk
ukuran tempat wisata. Contohnya Nasi goreng telur 30k, nasgor ayam 40k, pecel
ayam plus tahu tempe 40k, nasi sop iga 45k, mie rebus telor 25k, mie goreng
telur 25k, bakwan atau pisang 15k isi 4 biji (gede-gede sih) serta aneka minuman seperti kopi 5k, es teh 10k serta es
lemon 10k.
Karena kami belum tahu porsi
banyaknya maka kami memutuskan memesan nasi goreng telur dan indomie rebus
pakai telur. Total 55 ribu rupiah. Dan benar, ternyata porsi nasi gorengnya banyak
sekali. Untung saja saya pesan mie karena kalau tidak bisa-bisa kami
kekenyangan.
Kami datang kala musim hujan jadi
tak heran kalau sorenya benar turun hujan. Kami menutup rapat tenda yang kami
tempati. Tak ada yang bocor, kami merasa aman di dalam.
Begitu hujan mereda kami takjub
karena suasana berubah buram tapi syahdu, rupanya kabut mulai turun.
![]() |
suasana ketika berkabut |
Hari belum terlalu gelap tapi lampu
lampu sudah dinyalakan. Villa-villa di De Wind terlihat samar di antara
lampu-lampu temaram. Kami mengambil jaket dan memutuskan untuk berkeliling ke sekitar.
Semakin malam, hawa di sana
semakin dingin. Saya -yang memang tak tahan dingin ini- segera menarik selimut dan
meringkuk di dalam tenda. Syukurlah
tenda yang kami tempati 2 lapis jadi dingin tak buru-buru menyerbu ke dalam.
Untuk membunuh waktu saya lalu
memutar lagu dan bernyanyi cukup keras. Saya menyanyikan lagu-lagu Bernadya,
Linkin Park dan sesekali lagu Gilga Shahid.
Tenda di sebelah kami terdengar sedang
live streaming. Sementara di sisi berlawanan
sekolompok anak muda tengah barbequean dan
terdengar cukup riuh.
Mungkin saja suara saya terdengar
hingga ke mereka dan area Villa lain tapi apa boleh buat, saya tak tahan dan
sedang ingin bernyanyi sekencang-kencangnya. Setidaknya saya mengeluarkan suara
terbaik agar mereka tak begitu kecewa dan menyesal telah menamatkan akhir pekan
di tempat itu.
Di tempat ini pagi hari berjalan
lebih lambat. Selepas membuat teh di dapur umum, kami duduk santai dan menunggu
matahari yang perlahan lahan mengembalikan warna warni dedaunan. Saya mencoba
menamatkan buku yang saya bawa, judulnya “Lelaki-lelaki tanpa Perempuan” karya
Haruki Murakami.
Saya membaca, lalu terdiam, lalu
membaca lagi, lalu berbincang sembari menyantap bakwan goreng yang mulai
beranjak dingin. Di tengah-tengah kesyahduan, tiba-tiba seorang perempuan
mendekat. Ternyata sang pemilik Villa. Kami
pun berbincang bincang tentang Villa miliknya.
Ia banyak bertanya seperti apakah
kami tidur dengan nyaman, apakah saya menyukai tempat ini dan apakah kami akan
kembali lagi suatu hari nanti. Yah, bisa saja kami akan kembali lagi ke sini
suatu hari nanti. Masa depan tak pernah ada yang tahu, bukan? Mendengar itu ia
terlihat cukup lega dan berlalu.
Rupanya kami tak hanya sedang merayakan
ulang tahun tapi sejenak terbebas dari berbagai rutinitas padat sehari-hari. Benarlah
kiranya banyak psikolog menyarankan untuk healing. Suasana baru, tempat baru serta
udara baru membuat pikiran jauh lebih jernih. Tidak ada deadline, tak ada project.
Saya hanya ditemani sebuah buku, secangkir teh dan seseorang yang berarti di
hidup saya.
salah satu spot di dapur umum |
“Are you happy?” tanya saya ke
suami.
“Yes!” jawabnya. Dan satu kata
itu cukup untuk membayar seluruh pengorbanan yang kami lakukan untuk bisa
sampai ke sana.
Seperti halnya siang berganti sore, berganti malam lalu kemudian pagi. Begitulah momen kami perlahan-lahan harus diakhiri. Kami menginap hanya satu hari tapi rasanya cukup untuk melepaskan lelah dan penat yang sudah tertumpuk selama berbulan-bulan. Kami memutuskan pulang sebelum tengah hari agar tidak terjebak macet dan hujan.
Oh iya, karena banyak dari teman-teman
yang tanya soal tempat glamping kami dari foto-foto yang kami spill di Ig jadi rasanya saya perlu mengeshare beberapa flyer di bagian akhir dari tulisan ini, semoga bisa membantu, ya!
FYI, semua tipe di De Wind Villas
mendapat fasilitas umum seperti musholla, dapur umum, wifi, toilet serta parkir yang cukup luas. Di luar itu ada juga
tempat untuk duduk-duduk santai yang tersebar di beberapa titik dengan beberapa
model yang berbeda.
suasana tenda di sore hari |
Catatan untuk kamu!
De Wind Villas ada di area perbukitan
dan akses jalan menuju ke sana tentu tidak 100% mulus. Beberapa ruas jalan
belum halus dan masih alami. Beberapa kali kami juga bertemu dengan tanjakan
yang cukup tinggi jadi kalau membawa mobil saya sarankan dalam kondisi prima dan
dikemudikan oleh sopir yang handal.
Lebih baik datang di awal waktu
karena bisa melihat suasana yang berubah-ubah seiring bergantinya cuaca. Seperti
halnya saya yang menginap di musim hujan, saya bisa merasakan suasana sebelum
hujan, ketika hujan dan kabut yang turun setelahnya.
Ketika malam, lampu-lampu membuat suasana semakin syahdu dan romantis. Jika kabut telah selesai turun pemandangan malam kota Bogor akan terlihat.
view ketika malam hari |
Dinginnya pagi akan memaksamu melihat pegerakan
langit dari gelap menuju terang. Jika beruntung
kamu akan bisa melihat gunung Salak dengan jelas.
Oh ya, saya tidak menyarankan
teman disabilitas serta lansia dengan keterbatasan gerak untuk ke sana karena
dari area parkir yang berada di atas kita harus turun ke bawah melalui tangga
besi yang cukup tinggi.
Kalau mau cari liburan yang
tenang tanpa berdesak-desakan saya rasa tempat ini cocok karena ketika semua
tipe terisi penuh pun tak menjadikan tempat ini penuh orang. Area memang
didesain untuk private villa dengan
segelintir orang.
Akhir kata saya ucapkan selamat liburan.
Healing bukan privilege, di jaman yang
serba hectic ini healing sudah menjadi sebuah kebutuhan. Semoga informasi ini bermanfaat
ya! Jika ada pertanyaan jangan sungkan mengkontak IG saya di @irerosana. See ya
:)
Villa de Han |
aku pernah sekali merasakan glamping di Bogor itupun karena kakakku menikah saat pandemi, dan memang ambience dan euphorianya tuh wow banget sih, btw happiest birthday
ReplyDeletewuah kak jadi pingin juga glamping di de wind ini, tapi gak sanggung kalau yang tenda dan sharing toilet, hihihi... makasih sudah share untuk harga type-typenya, sepertinya untuk keluarga ku lebih prepare yang type de dav
ReplyDeleteasik juga kalau baca tulisan mba ini. cuman anakku ada yang masih kecil kira-kira dia excited atau malah takut ya diajak glamping.
ReplyDeleteTernyata harganya cukup terjangkau yaa untuk kenyamanan yang didapatkan. Jadi kepingin juga, belum pernah soalnya. Terima kasih sudah memberikan gambaran yang lengkap, Mbak.
ReplyDeletewisata glamping ini sekarang lagi banyak peminatnya ya, mbak. Di kota tetangga juga ada wisata glamping begini dan kayaknya tarifnya juga sama. Pengen juga sih diriku nyoba sekali-sekali sama suami wisata glamping begini
ReplyDeleteMerayakan ulang tahun dengan glamping di puncak bogor seru banget ya mbak
ReplyDeleteAku belum pernah merasakan glamping, padahal di daerah Trawas sini sudah banyak tempat glamping yang seru
First, merayakan ultah dengan glamping good idea niy, belum pernah nyobain glamping juga jadi makasih ya mba buat informasinya, Noted!!
ReplyDeletePengen glamping atau camping tapi kepikiran kamar mandinya. Aku agak ribet soal kamar mandi/toilet. Takutnya dpt yg kotor atau kurang resik gitu. Krn kmr mandi nomer 1 wkwkwk
ReplyDeleteTernyata ada berbagai pilihan glamping yaa..
ReplyDeleteSuka banget konsepnya dan pelayanannya. Meski banyak tantangannya saat menuju ke De Wind Villas, tapi terbayarkan karena keindahan dan keramahan mbak Manis.
Memang yah sekarang camping tuh semenyenangkan itu... dulu aku setiap kali denger kata Camping langsung ribet mikirnya,, sekarang tinggal bawa badan aja sudah bisa camping estetik,,,,
ReplyDeleteWah harganya ternyata ramah dikantong yah, biasnaya klo untuk tenda yang sudah ada kasurnya gitu minimal rate nya diatas 500K semalem
ReplyDeleteJustru camping bersama pasangan yang selalu aku idam-idamkan. Kebetulan suami suka mendaki gunung, demennya darat lah kalo aku suka banget yang namanya pantai. Karena suka berenang dan menikmati deburan ombak.
ReplyDelete