![]() |
Yuyun Ahdiyanti bersama ibu-ibu penenun Ntobo (Dokumentasi Andi Aryadi/ Astra SATU Indonesia Awards 2024) |
Di era modern seperti sekarang, tidak banyak anak muda yang mau menaruh perhatian pada tradisi leluhur dan warisan budaya. Namun, hal berbeda ditunjukkan oleh Yuyun Ahdiyanti, seorang perempuan asal Kampung Ntobo, Bima, Nusa Tenggara Barat. Ia memilih untuk melestarikan warisan budaya daerahnya berupa kain tenun, sekaligus menjadikannya sebagai sumber pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat setempat.
Semua bermula dari keprihatinan Yuyun terhadap kampung kelahirannya. Menurutnya, Ntobo jarang diperhitungkan sebagai kampung penenun, padahal sebagian besar warganya memiliki keahlian menenun. Keterbatasan modal dan minimnya akses pemasaran membuat para penenun di sana sulit mendapatkan pengakuan yang lebih luas.
Lahirnya UKM Dina dan Pemberdayaan Masyarakat
Tumbuh di era digital membuat Yuyun tanggap terhadap peluang di media sosial. Pada tahun 2015, ia mencoba mengunggah foto kain tenun buatan keluarganya di media sosial. Tak disangka, unggahan tersebut mendapat respons positif — pesanan pun mulai berdatangan. Dari sanalah lahir UKM Dina, usaha yang menjadi wadah pemberdayaan bagi para penenun setempat.
Yuyun menawarkan bantuan modal dan jaminan pemasaran sebagai bentuk pendekatan. Sedikit demi sedikit, semakin banyak penenun yang bergabung dan mempercayakan hasil tenunnya kepada UKM Dina. Kini, tercatat ada sekitar 200 penenun dan 15 penjahit yang terlibat aktif di bawah naungannya.
Skema Kerja dan Peningkatan Ekonomi
kegiatan menenun masyarakat Ntobo (kiri), Yuyun (kanan) (sumber : IG @kaentenunbima)
Skema kerja yang diterapkan Yuyun cukup menarik. Ia memberikan bantuan modal berupa benang dan kain, serta menentukan motif yang harus dikerjakan. Para penenun mengerjakannya menggunakan alat tenun milik masing-masing, dengan waktu pengerjaan yang bervariasi tergantung tingkat kesulitan motif.
Setelah selesai, hasil tenun akan diperiksa oleh Yuyun untuk memastikan kesesuaian dengan pesanan. Jika sesuai, penenun akan langsung menerima pembayaran.
Lambat laun, pasar UKM Dina meluas — dari lokal hingga menembus pasar internasional. Nama Ntobo pun semakin dikenal sebagai daerah penghasil kain tenun berkualitas.
Omzet UKM Dina pun meningkat tajam. Jika pada tahun 2019 omzet mereka berkisar Rp10 juta per bulan, kini nilainya mencapai Rp100–300 juta per bulan.
Harga kain tenun yang ditawarkan juga bervariasi, mulai dari 270 ribu hingga 750 ribu rupiah per lembar. Sementara itu, para penenun mendapatkan upah antara 200 ribu hingga 500 ribu rupiah, tergantung tingkat kesulitan pengerjaan.
Menjaga Regenerasi dan Inovasi
Di tengah kesibukannya, Yuyun tetap berkomitmen menjaga keberlanjutan usaha tenun. Ia kerap mengikuti berbagai pelatihan untuk memperkaya motif dan meningkatkan kualitas produk. Lebih dari itu, ia juga aktif mengajak anak-anak muda belajar menenun, agar tradisi ini tidak punah.
Dalam salah satu unggahan di Instagram-nya, Yuyun berkata, “Menenun seringkali dianggap sebagai bagian penting dari identitas budaya dan kedewasaan bagi perempuan di beberapa daerah. Seperti halnya di Kelurahan Ntobo, anak-anak mulai belajar menenun sejak usia 9–10 tahun, atau bahkan lebih muda.”
Kini, Yuyun juga bekerja sama dengan Universitas Nggusu Waru dan Universitas Muhammadiyah Bima untuk mengembangkan pewarna alami, nanopartikel, serta kegiatan budidaya bahan baku tenun.
Penghargaan dan Pengakuan
Atas dedikasinya dalam melestarikan warisan budaya dan memberdayakan masyarakat, Yuyun Ahdiyanti terpilih sebagai salah satu penerima Astra SATU Indonesia Awards 2024.
Penghargaan ini menjadi bukti nyata bahwa kerja keras dari pelosok daerah pun dapat menggema hingga ke tingkat nasional.
Bagi Yuyun, penghargaan ini bukanlah akhir dari perjalanan yang telah ia mulai. Justru ini menjadi motivasi baru untuk lebih bersemangat dalam meneruskan apa yang selama ini sudah ia bangun.
Ia berharap, pengakuan ini juga dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi para penenun Ntobo untuk dikenal luas, sekaligus menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya sendiri—bahwa dari sehelai kain tenun, lahir kisah tentang ketekunan, kemandirian, dan cinta pada tanah kelahiran.
Perempuan dan Inspirasi
Galeri UKM Dina (sumber IG @kaentenunbima)
Kisah Yuyun memberi semangat dan inspirasi bagi perempuan di seluruh Indonesia. Ia membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang, melainkan tantangan untuk diatasi. Dengan ketekunan dan keberanian membaca peluang, Yuyun mengubah keadaan — dari kampung kecil yang nyaris terlupakan menjadi sentra tenun yang dikenal luas.
Kesuksesan Yuyun menjadi teladan bahwa perempuan desa pun mampu berperan besar dalam menggerakkan ekonomi dan melestarikan budaya lokal. Ia berhasil menjadikan perempuan di kampungnya lebih mandiri, berdaya, dan berperan aktif dalam perekonomian keluarga.
Selain itu, Yuyun menjadi inspirasi bagi generasi muda agar berani keluar dari zona nyaman dan berkontribusi pada masyarakat. Ia menunjukkan bahwa anak muda dapat menjadi jembatan antara warisan budaya dan teknologi modern.
Ntobo yang Semakin Dikenal
Berkat upaya Yuyun dan masyarakatnya, kini Kampung Ntobo semakin dikenal luas. Daerah ini bukan hanya penghasil kain tenun berkualitas, tetapi juga menjadi destinasi belajar dan studi banding bagi pengunjung dari berbagai daerah.
Wisatawan yang datang tidak hanya membeli kain, tetapi juga ingin merasakan pengalaman menenun langsung. Secara tidak langsung, Yuyun telah memperkenalkan identitas budaya Ntobo melalui setiap helai kain yang ditenun dengan cinta dan harapan.
Bukan dari kemewahan daerah ini dikenal, melainkan dari sehelai benang yang ditenun dengan ketulusan dan mimpi untuk masa depan yang lebih baik. Kisah Yuyun adalah pengingat bahwa perubahan besar seringkali dimulai dari tangan-tangan kecil yang tak pernah berhenti bekerja dalam diam.
Comments
Post a Comment