Skip to main content

Jilbab itu Batas!



 

‘Jilbab itu Batas’ kata Adnan seorang teman saya di twitter. Maknanya bisa ditafsirkan sendiri. Saya juga setuju dengan ungkapan tersebut. Jilbab adalah batas, sejauh mana kita bergerak, sejauh mana kita berperilaku, berfikir dan merasa. Jilbab adalah batas diri setiap muslimah. Jadi menurut saya, bukan membatasi diri terlebih dahulu baru berjilbab tapi berjilbab untuk membatasi diri.

 ‘Jilbab itu kewajiban’ kata mantan partner kerja saya dan saya mentafsirkannya sebagai suatu bentuk perintah dari dari Al-Kitab. Ditegaskan dalam surah Al-Ahzab ayat 59 ;
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka’ Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” Itu adalah seruan/perintah untuk mengenakan jilbab.  

Yang menjadi kontra selama ini adalah ada beberapa pihak yang mengartikan memakai jilbab itu kewajiban sedang beberapa wanita menganggap tidak.  Yang menganggap wajib berpedoman pada surah tersebut dan juga diperkuat dari Riyadus Salihin, 

dari Aisyah Ra “Bahwa Asma Binti Abu Bakar Ra masuk menemui Rasulullah Saw, dengan mengenakan kain yang tipis, maka Rasullullah Saw pun berpaling darinya. Beliau bersabda ‘wahai asma’seorang wanita jika telah balig tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini –beliau menunjukkan wajah dan kedua telapak tangannya-.

Kemungkinan yang menganggap itu tidak wajib mengacu pada arti dari surah Al-Ahzab yang  diartikan secara mentah. Apalagi dalam artinya menggunakan kata “Hendaklah” yang mana lebih berarti saran yang tidak wajib. Namun, bila meneruskan secara tafsir ditambah lagi Riyadus Salihin yang tersebut di atas, jelas sudah bahwa wanita balig wajib menggunakan jilbab. “Tidak boleh” artinya larangan, berarti ‘wajib’. 

Terkait dengan kata batas, artinya setiap wanita balig wajib mengenakan jilbab guna membatasi diri, pula hal tersebut bisa berguna untuk menghindari gangguan-gangguan luar seperti yang tertera pada ayat di atas. Itu tujuannya baik, dan saya secara pribadi setuju. Apabila ada beberapa rekan/teman sesama wanita yang berpendapat lain sumonggo

Biasanya beberapa teman wanita saya bilang “Pakai jilbab nanti kalau sudah siap” atau “Percuma pakai jilbab kalau kelakuannya begitu” atau yang extreme mengatakan “Nduwur kudung Ngisor Warung, mending dicopot saja jilbabnya” maksudnya, atas berjilbab tapi bawah di obral. Secara pribadi saya akan tanggapi ‘pakai jilbab nanti kalau sudah siap’ setahu dan sepengalaman saya, kata ‘siap’ itu tidak akan pernah ada, bahkan sejauh ini saya memakai jilbabpun saya tidak pernah benar-benar siap. Yang ada adalah saya mencoba siap disetiap detiknya, disetiap harinya. Saya juga yakin, sampai matipun saya tidak akan pernah siap! 

Untuk 2 ungkapan berikutnya, pandangan saya begini, Jilbab itu kan ‘wajib dan batas’ artinya buruk, baik, cantik, jelek saat sudah balig wajib mengenakan jilbab guna membatasi dirinya. Itu artinya justru jilbab itu adalah senjata membatasi diri dan kelakuan untuk menjadi lebih baik. Mengulang ungkapan diawal bahwa ‘bukan membatasi diri dulu baru berjilbab tapi berjilbab guna membatasi diri.’ Karena bila menunggu kita siap, kita yakin bisa membatasi diri, nunggu waktu yang tepat semua itu tidak akan pernah terjadi. Karna watak dan tabiat manusia adalah tempat salah & tempat yang tak luput dari peluh dosa. Waktu sempurna yang dinanti-nantikan itu tidak akan pernah ada, buat saya yang benar adalah saat ini juga! 

Saya sendiri tidak memakai jilbab sedari kecil. Bahkan saya dulu juga berfikir sama, akan memakai jilbab jika sudah siap. Siap disana mencangkup siap mental, siap perilaku, siap keuangan (karena harus membeli jenis baju-baju baru), tapi suatu ketika Allah sendiri yang mengingatkannya. Dengan mudah membuat batin saya menangis, dan hanya tenang bila saya tutup kepala saya dengan jilbab. Itu terjadi dengan sendirinya dan saya percaya itu cara Allah mengajak dan memperingatkan saya. 

Karena Allah sudah mengajak saya, saya sedikit banyak ingin mengajak pula lewat tulisan ini.
Apakah bertahun-tahun saya aman? Tidak. Pada waktu awal memang nyaman, tapi selang setahun godaan itu besar-besaran melanda. Pernah rasanya ingin mencopot, atau keluar sesekali tanpa jilbab dan itu benar-benar menggoda iman. Apalagi kala itu , tren baju-baju lengan pendek dengan rok mini sedang in, naluri wanita tentu sempat muncul untuk terlihat cantik dengan tren mode tersebut. 

Tapi alhamdulillahnya, tahun-tahun berikutnya sudah tidak lagi tertarik dengan tren yang seperti itu. Alhamdulillah lagi 2 tahun terakhir ini perkembangan mode jilbab meroket tajam, bahkan membuat banyak teman kerja saya memutuskan berjilbab. Saya merasa jilbab yang dulunya masih diasingkan dan dianggap komunitas ‘khusus’ sekarang sudah beralih ‘familiar’.  Wanita berjilbab benar-benar lebih terlihat anggun (itu menurut saya!)

Memang mungkin ada beberapa yang protes mengenai beberapa kelakuan wanita berjilbab yang notabene tidak sesuai syariah, bahkan menodai agama dan jilbab itu sendiri. Tapi kembali lagi semua wanita muslimah balig ‘wajib berjilbab’ jadi apakah setelah semua wanita berjilbab kemaksiatan akan hilang? saya yakin tidak, saya yakin masih banyak manusia yang berproses untuk pembentukan diri menjadi lebih baik, dan jilbab itu adalah batas untuk membantu pembentukan diri wanita itu sendiri. Sekarang tinggal manusianya apakah menggunakan batas tersebut dengan benar ataukah malah menyeleweng. Bila menyeleweng tentu tidak kita benarkan! Dan sesama muslim kita wajib mengingatkan dengan aturan-aturan islam tentunya.

Ya, jadi menurut saya jilbab itu batasan yang wajib dikenakan. Masalah apakah sesuai ataukah menyeleweng dari syariah bisa diselesaikan tahap lanjut sesuai hukumnya. Jadi yang disalahkan tetap ‘kelakuannya’  bukan ‘jilbab’nya. Jadi, tidak fair kalau karena kelakuan manusia yang memang tak akan luput dari dosa jilbab harus dikesampingkan atau mengunggu manusianya benar dulu untuk mengenakannya. Okeh? Itu tadi Cuma pandangan saya pribadi mengenai jilbab, diterima monggo, kontra monggo,,,,,salam damai wanita Indonesia!

Comments

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...