Kukira masa
tenang itu hanya ada di pemilu. Tapi ternyata itu juga ada di antara aku dan
kamu. Entah masa tenang, entah masa
suram, atau batas mati. Tapi, masa yang kita lalui ini benar menggambarkan
sebuah ketenangan. Tanpa gejolak emosi, tanpa sms yang menghantam bertubi-tubi,
tanpa keresahan dan kecemburuan hati. Mengingat itu semua, ada kalanya
menyakitkan, namun kadang pula kurindukan.
Aku tak tahu lagi
apakah kerinduan masih menjadi lambang cinta. Seperti yang pernah terungkap
sebelum-sebelumnya. Bisa jadi rindu ini
hanya sebuah lambang sisa, dari guritan-guritan kenangan luka lalu kita. Aku pun tak tahu lagi apa fungsi dari jatuh
hati, bila tak bermuara pada saling memiliki.
Mencintai dikala
sunyi ternyata lebih menentramkan, meski di sana rasa rindu akan terasa lebih kelam.
Hmm....bahkan aku tak sadar ketika mengetik kata ‘mencintai’. Apa itu pertanda?
atau itu cermin? atau sekadar permainan kata-kata?
Kadang semua
kesemuan dan teka-teki itu berhimpun dan mengukuhkan, betapa aku sudah
kehilangan kuasa atas diriku sendiri. Aku
tak lagi bisa mendeteksi jawaban-jawaban murni diri sendiri. Mungkin karena masalah-masalah
itu sudah mencampuri. Masalah? Apa kita bermasalah? Entahlah.... aku pun tak
bisa mengurai ataupun mengingatnya! Kita bermasalah, namun kita tak ada masalah!
Sudahlah! Seluruh
rentetan kata ini cuma rasa penasaran, aku hanya ingin bertanya, di pesta demokrasi hari ini, kamu pilih
warna apa?
Karna jauh
sebelum pesta demokrasi, kita sudah sama-sama sadar, soal hati haruslah
demokrasi!
Comments
Post a Comment