Skip to main content

EUFORIA MALAM TAKBIR


Seperti yang saya ucapkan disetiap kartu yang saya sebar di social media "Dengan setulus hati memohon maaf lahir dan batin." Minal Aidin Wal Faidzin kepada seluruh umat manusia dan alam semesta.
Ini lebaran ke 26 saya di bumi. Gema takbir masih sama dan akan selalu sama "Allahu Akbar..Allahu Akbar.. Allahu Akbar. LaaillahaillaAllah huallahuAkbar...Allahu Akbar walillahilkham...." sampai kiamatpun gema takbir akan selalu seperti itu, abadi dan tak butuh inovasi ( Itulah mengapa keyakinan menjadi alasan manusia hidup, bertindak dan bertujuan. Karna keyakinan itu utuh, abadi, rumusnya paten sedari awal dan kekal)
Euforia Lebaran. Di luar, para makhluk ciptaan Allah sedang bereuforia. Entah yang menjalankan ramadhan entah yang tidak menjamahnya sama sekali, semua turut beruforia. Memang tidak ada alat untuk mengukur mana yang pantas merayakan lebaran dan mana yang tidak, itu soal kesopanan hati belaka!. Jujur saya siap dan bungah menghadapi ramadhan kemarin, tapi tidak dengan Idul Fitri. Rasanya terlalu cepat dan mendadak. Sehari bahkan saya tidak menginjakan kaki ke luar rumah. 
Sekarang pukul 22.36 baju yang akan saya pakai besok belum rapi, perlu beberapa tambahan jahitan. Karna tak ada penjahit yang buka, terpaksa saya jahit pakai tangan. Biar begini, saya tahu apa itu tusuk jelujur, apa itu tikam jejak. Tapi bodo amat! biar tak jadipun tak mengapa, saya bisa pakai baju yang lama. 
Itu salah satu hal simple ketidaksiapan saya menghadapi lebaran. Saya sendiri sedang berusaha membangkitkan Euforia suka cita perayaan tahun ini. Masih ada beberapa jam perbaikan sebelum saya ikrarkan bahwa saya..... gagal.
Selama 26 kali saya alamai lebaran di bumi, terlihat sekali tangga perbedaan. Ada yang hilang, ada yang ditambahkan. Bisa menjadi lebih baik, bisa pula bertambah buruk.  Secara gampang saya bisa langsung menyalahkan perkembangan HP yang merubah tatanan ucapan Idul Fitri. Dahulu orang masih menggunakan kartu, memilih kartu mana yang unik selama berjam-jam, menuliskan isi pesan dan meluangkan waktu ke kantor pos untuk mengirimnya. Sekarang simple, satu pesan yang hanya send to all. Jangankan membuat kata demi kata, rata-rata orang-orang hanya meng-copy paste lalu mengubah namanya. Itu salah satu hal simple dan wajar bila saya menuduh teknologi menjadi penyebab utama kerenggangan interaksi antar manusia. 
Tapi tahun ini saya tidak menyalahkan teknologi karena, sepertinya semakin lama mereka semakin ada perbaikan atas kecaman-kecaman batin saya. Saya tidak merasa kehilangan interaksi. Saya bisa membuat kartu lebaran dan mengirimkannya secara cepat melalui aplikasi chat & sosial media. Setidaknya feedback-nya lebih baik dibanding sms yang berjalan beberapa kurun waktu lalu. Ini kartu simple-nya..

Itu bukan murni design saya, hanya mengedit beberapa bagian.  Saya memerlukan Corel Draw bila mau mendesign full, sedangkan yang di netbook sudah kadaluarsa, terpaksa pakai jasa aplikasi edit minimalis.  Ada lagi yang saya design khusus orang tertentu, biarkan dia membaca ini dan tahu. Itu memang sekedar rasa terimakasih dari lubuk hati saya yang paling dalam karena dia telah turut serta melancarkan Ramadhan saya tahun ini. 
Sebenarnya saya benci mendesign karena memerlukan tingkat kefocusan sampai dengan titik tertentu. Dan pada titik tersebut, saya sudah merasa linu, kram pada punggung dan keroncongan di perut. Benar-benar lebih menguras tenaga ketimbang menulis. 
Euforia, ya kembali ke topik tersebut.  Saya tidak tertarik keluar malam ini, seperti tahun-tahun sebelumnya harus merengek kepada seseorang untuk ditemani keluar rumah. Kali ini saya tidak minat. Bahkan ponakan saya yang mengajak keluar, saya tolak!. I just wanna sit in front of my netbook, trying to find my self. I am trying to get my self before morning is come. I should get Ied feeling before I see the sun and speak Ied Greeting to many people. I don't wanna say something that I don't understand it.
Jadi biarkan orang-orang dalam euforia mereka masing-masing. Biarkan saya menjalani malam ini dengan cara saya (sendiri). Ied Mubarak!

Comments

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...