Skip to main content

Reuni 30 Juta!



AN Polines gempar dengan adanya berita  alumnus yang mendapat omzet 30 juta / bulan!
Namanya Rizal, Rizal Nur Alfian. Salah satu alumnus angkatan 2006/2007 yang berperawakan kecil (baca : kurus). Eh, hey..Bukankah dia teman saya? Teman sekelas? 3 tahun? Hmmm....setelah saya pikir-pikir dan saya ingat-ingat memang benar dia teman saya (hehehehe maaf2!) I Know him better! I mean, really “better”.
 
Emang dasar itu anak, dari dulu memang begitu, penuh kejutan, antusias, brilliant, flexible, calm in the attitude but hard in the idea. Kasaran sedikit bisa dikatakan, otaknya encer sehingga melumer kemana-mana, setuju?

Apa masalahnya dengan reuni 30 juta? Begini ceritanya....
Beberapa pekan lalu adalah waktu terakhir saya bertemu dengan Rizal + Nina (istri tercinta) di reuni kelas kami. Mengecewakan memang karena hanya beberapa yang hadir.  Saya sedikit terkejut karena datang telat dan di sana sudah ada Rizal. Gila! yang dari Kebumen saja sudah siaga sampai di rumah Dewi (tempat reuni) pagi.  Herannya lagi, sempet-sempetnya dia meracik produk andalannya Es Pelangi dengan sempurna untuk disajakan dalam acara tersebut. Bahkan, Bahan diimpor langsung dari Kebumen.     
Semua itu hanya supaya teman-teman bisa merasakan langsung taste citra rasa dari es yang memberinya penghasilan senilai 30 juta perbulan.

Untuk ukuran usaha yang baru dirintis 3 tahun, tentunya mengagumkan.  Dan lagi, ditambah juga cerita kesuksesan Rizal sudah merambah kemana-mana. Turun temurun ke angkatan berikutnya, diperbincangkan oleh angkatan di atas kita, dosen-dosen dan tentunya teman-teman angkatan kita sendiri.  Yang lebih membusungkan dada lagi, beberapa stasiun dan media lokal Kebumen ternyata sudah menjamah mereka menjadi berita. What the hell are you doing, boy?!
 
Walhasil, berkat pesona usaha kerasnya, Es pelangi menjadi topik utama dalam acara reuni yang bisa dikatakan hancur berantakan tersebut.  Bukan karena hanya Rizal yang sukses, tapi karena dia berbeda.  Mengambil resiko dan memainkannya dan merubahnya menjadi peluang bisnis yang terbukti menjanjikan.  Hahaha jadi Reuni 30 juta itu tau kan maksudnya? Reuni dengan bahasan topik utama omzet 30 juta.

Hmmm...dasar itu anak! Selalu kontroversial.  Bahkan masih terngiang dibenak saya ketika kami masih duduk dibangku kuliah. Tugas kewirausahaan dari pak andi diselesaikannya dengan sempurna. Padahal, ide team saya sudah saya garap sedemikian rupa, total, dan maksimal.  Pembuatan tas laptop dengan merk “double i”. Mengambil produk tas laptop sebagai topik memang sedikit mengganjal di hati, tapi ego saya  yang ingin menonjolkan brand, membangun brand dan membesarkan brand “double i” agaknya mendesa.   

Padangan saya kala itu, brand bisa berperan  penting bila kita mampu membangun dan menempatkanya dengan benar. Inspirasi dari Harley Davidson, sharp,dll.  Dengan brand yang kuat, pasar akan mengikuti kemanapun arah produk. Begitulah pandangan saya. Karenanya pula, saya tergila-gila dengan konsep branding dan memilih menjadikannya Tugas Akhir. Tapi tidak dengan Rizal, dia fokus ke produk, memaksimalkan ide ke dalam produk tersebut kemudian memodifikasinya.  Menurutnya semua berawal dari apa yang kita jual, dibalut dengan modifikasi, inovasi dan diterapkan dengan konsep strategi pemasaran. Itulah! Saya egois dan dia realistis. 

Ketika presentasi, saya hanya bisa menganga, berusaha memutar otak bagaimana dia bisa membuat presentasi dengan arrange budget sedemikian rupa, bahkan sample produk asli bisa dicoba dengan variasi logo (mirip konsep starbuck). Tapi benar-benar presentasi yang apik dan rapih. Dasar lagi – lagi anak itu!
“Waah, berarti buat datang ke sini sehari kehilangan omzet berapa,Zal?” tanya Rivo disela-sela perbincangan kami.
“Yaah sekitar 1.5 juta lah,” jawab Rizal
Sedikit mengecewakan memang, dia dari jauh dibela-belain datang ke reuni, tapi malah teman-teman yang dekat tak kelihatan batang hidungnya.  Sedikit melunak hati kami mengetahui kemungkinan teman-teman yang lain tidak bisa hadir karena kerja di luar kota atau masih dalam urusan pekerjaan.  

Sebenarnya saya sendiri sangat bersyukur bisa langsung merasakan taste Es pelangi ciptaanya yang selama ini hanya terpampang pamer di media sosial facebook.  Memang awalnya saya ada rencana untuk berkunjung ke Kebumen untuk menjajal sendiri sekaligus belajar wirausaha darinya. Tapi saat ini saya rasa itu tidak perlu.

Tapi yang jelas, saya belajar satu hal dari dia.  Untuk berani mengambil resiko, dan memainkannya. Untuk sesuatu yang besar memang butuh resiko besar.  Bila saya banyak belajar dari buku, maka Rizal lebih menyukai pengalaman dan kehidupan sebagai guru. Begitulah kisah omzet 30 juta


Pengayaan materi bisa ke Es Pelangi Kebumen
Ini hanya sekedar rasa terimakasih atas Reuni 30 juta kemarin, thanks for coming :)
 

Comments

Popular posts from this blog

Sentilan Kumpulan Puisi Ublik Karya Ono Sembunglango

Puisi bukan hanya soal keindahan tata bahasa dan olah kata. Puisi mempunyai pencipta yang olehnya terdapat kedalaman rasa. Ini bukan soal data, tapi karya yang dilahirkan dari perpaduan antara kepekaan, perasaan mendalam dan kemampuan untuk menafsirkannya.  Setiap sastrawan melahirkan keresahan yang menyelubungi pikiran dan tubuhnya, sebagaimana Ono Sembunglango ketika melahirkan “Ublik” -yang merupakan kumpulan buku puisi pertamanya.  Meski bukan lahir dari daun lontar dan kertas Sinar Dunia, Ublik yang dikumpulkan melalui catatan media digital ini tetap menjadi sebuah catatan keresahan yang mewakili suatu masa. Pak Ono, mungkin begitu saja saya memanggilnya. Seorang yang saya temui dalam event blogger 2 Oktober 2024 lalu. Saya -yang bukan siapa-siapa dan baru dalam dunia blogger ini- tidak begitu banyak mengenal orang, dan saya tidak akan mengenal beliau andai kata teman sebelah saya tak menyebut kata Sutardji Calsoum Bahcri, sang maestro puisi mbeling. Ia bilang Sutardji ...

Mengendus Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

Ada yang berubah dari wajah jurnalisme kita. Masyarakat di era ini membutuhkan kecepatan, berita harus diramu secara cepat kalau tidak mau ketinggalan. Tak dipungkiri wartawan kalah adu cepat dengan warga yang berada di tempat.  Soal kode etik mungkin mereka tak paham tapi kecepatan tentu tak diragukan. Siapa peduli dengan kode etik di jaman ini? Publik lebih menikmati video kejadian yang diambil para amatir dengan dalih originalitas. Soal akurasi tentu media juara, tapi kecepatan bisa jadi sebaliknya.  Sebenarnya hal seperti ini sudah bisa terendus dari belasan tahun lalu, saat di mana kemampuan handphone semakin di upgrade dan internet semakin dekat dengan masyarakat. Jurnalisme warga kala itu disambut sukacita sebelum pada akhirnya membuat tatanan dunia digital semakin chaos . Roma perubahan ini tentunya terendus media sedari lama, namun beda hal soal tanggapan. Ada yang bergerak cepat dan berupaya menyesuaikan diri tapi ada juga yang perlu lebih dulu mengkaji. Di luar cep...

Merayakan Ulang Tahun dengan Glamping di Puncak Bogor

  Laki-laki memang sulit ditebak. Dari sekian banyak tawaran hadiah ulang tahun yang saya tawarkan, suami justru memilih camping. Masalahnya, kami berdua bagai langit dan bumi, kutub utara dan selatan. Berbeda dalam segala hal termasuk memilih tempat liburan. Suami cenderung memilih tempat-tempat tenang, tidak banyak orang, dingin dan bisa beristirahat seperti camping dan hiking sementara saya lebih suka ramainya pasar, konser musik, serta wisata-wisata kota. Tapi karena ini soal hari jadi suami maka saya harus banyak-banyak mengalah. Yah bolehlah camping asal jangan dulu hiking . Sebenarnya sudah lama juga saya ingin menemaninya hiking tapi memang kondisi belum cukup baik dan saya belum berdamai dengan udara dingin. Kipasan satu jam saja saya tidak kuat apalagi menahan dinginnya gunung?! Lalu kami pun melakukan deal-dealan dan sampailah ke kata glamping. Istilah glamping belakangan cukup populer, bukan? Camping tapi glamor. Kalau camping kita masih harus repot-repot membawa...