Skip to main content

Goresan Sejarah dan Perbudakan dalam Buku Mirah dari Banda



Keindahan Banda Neira yang saya dapat dari gambar Google ternyata tak cukup untuk meredam perih yang timbul setelah menamatkan buku ini. Ada semacam perasaan sedih, hampa atau entah apa dan bagaimana saya harus menyebutnya. Tapi rasa itu cukup mengusik selama beberapa waktu. 

Membaca sejarah dan masa lalu bangsa ini selalu menimbulkan rasa sungkan. Sungkan untuk bersenang-senang, sungkan untuk menjalani hidup seenaknya hingga sungkan untuk meratapi diri sendiri. 

Usia buku ini sudah dewasa. Satu tahun lebih tua dibanding usia saya. Gaya berceritanya sederhana, mudah dimengerti siapapun sekalipun orang yang tak suka membaca. Tapi isinya bukan sekadar itu, bukan soal keindahan kalimat dan gaya bahasa. Buku-buku sastra lawas semacam ini menyimpan cerita perjalanan dan peristiwa sejarah pada suatu masa. 

Katakanlah saya lebih mudah mencerna sejarah dari kisah fiksi, di sana saya tak sekadar tahu berapa lama masa penjajahan, kapan meletusnya suatu perang atau tanggal ulang tahun Diponegoro. Fiksi membawa pembaca menyelam lebih jauh. Ia mengajak untuk menyelami aneka rasa dan emosi yang hadir pada suatu masa tertentu.

Buku ini saya beli puluhan tahun lalu, jauh sebelum saya menikah, saya lupa kapan tepatnya. Buku ini sempat terbengkalai lama, tak tersentuh, tak terbaca dan bahkan hampir dilupakan. Perlahan-lahan jamur berwarna kuning mulai menggerogoti tepi-tepinya. Jamur-jamur itu membuatnya terasa semakin lawas dan usang.

Hm..selalu saja timbul rasa penyesalan setelah menamatkan buku yang terbengkalai lama. Rasanya seperti mau berkata, “kenapa tidak kamu baca dari dulu, sih?! dasar pemalas!” Iya iya, umpatlah lagi sesuka kalian! 

Lanjut ya ceritanya.

Dengan perlahan saya jadi tahu tentang nama Banda. Pertama-tama dari nama sebuah band yang melahirkan beberapa lagu di pulau itu (Banda Neira), lalu dari buku ini. 

Saya tahu Maluku tapi tidak tahu tentang Banda Neira. Setelah band itu mulai banyak dikenal masyarakat, nama Banda Neira semakin melambung. Semakin banyak orang penasaran dan semakin banyak pula yang ingin mengunjunginya.

Buku ini memberitahu banyak hal soal Banda terutama bagaimana  kota di pulau terpencil ini dulunya pernah berjaya melalui tanaman pala. 

Komoditi ini menarik bangsa barat untuk datang, berdagang hingga melakukan monopoli dan membangun kekuasaan di sana. Keserakahan dan kekuasaan membuat Banda kecil harus kehilangan banyak nyawa. Beberapa buku sejarah menyebutnya Genosida. 

J.P Coen disebut sebut sebagai pelaku pembantaian di pulau kecil ini. Ia mulai mengeksekusi orang-orang kaya dan penduduk di tanah Banda. Ia menyapu satu daerah ke daerah lain dari satu pulau ke pulau lain. 

Ia menganggap monopoli pala di Banda tidak akan berjalan jika masih ada penduduk lokal. Ceritanya panjang dan buku ini hanyalah salah satu jalan untuk mengingatkannya.

Cerita tentang bagaimana pala bisa mendarat di bumi Banda juga disisipkan dalam buku ini. Yah meski di akhir cerita soal pala ini lebih menimbulkan tanda tanya. Apakah pala-pala itu tak seharusnya tumbuh di sana? 

Memang awalnya seperti berkah bagi penduduk sekitar tapi pada akhirnya mendatangkan malapetaka dan merenggut banyak nyawa, bukan? Tapi siapa yang bisa mengubah sejarah? Mungkin memang sudah seperti itu jalan ceritanya.

Lalu siapa Mirah? Ia adalah seorang tokoh fiksi yang punya peranan penting dalam cerita ini. Ceritanya, Mirah adalah seorang perempuan keturunan Jawa yang sedari usia 5 tahun terpisah dari tanah kelahiran dan kedua orang tuanya dan dibawa  ke pulau Banda. 

Mirah menghabiskan masa hidupnya di pulau itu menjadi buruh pemetik pala di bawah kekuasaan tuan besar berdarah Belanda. Sebagai budak ia tak punya kekuasaan untuk memilih ataupun memutuskan jalan hidupnya.

Mirah yang beranjak dewasa pun harus menjadi gundik dari tuan besar si pemilik kebun pala hingga melahirkan 2 orang anak. Ia sudah mengarungi masa demi masa mulai dari penjajahan Belanda yang merenggut kebebasan, Jepang yang buas dan tak berbelas kasihan hingga masa kemerdekaan yang ternyata tak juga mendatangkan kemakmuran untuknya. 

Masa penjajahan Jepang banyak merenggut hal dari perempuan malang ini. Tuannya, kedua anaknya, tempat tinggal, kebun pala tempat ia dulu bekerja serta orang-orang terdekatnya. 

Hidupnya tak pernah mudah, meski ia punya beberapa orang yang peduli padanya tapi Itu cuma sementara. Putaran nasib membuat orang-orang Mirah pergi satu demi satu. Tinggalah Mirah dengan kesendirian. 

Gadis kecil malang yang dibawa ke tanah orang, kehilangan keluarga dan tanah kelahiran harus menjalani hari-harinya tanpa kebebasan dan penuh penderitaan hingga usia senja.

Ya dalam novel ini saya tak hanya menemukan bagaimana keindahan Banda, bagaimana sejarahnya tapi juga sistem perbudakan, pembantaian hingga pelecehan terhadap kaum perempuan. Saya jadi paham bahwa kerakusan  bisa membawa serombongan manusia untuk datang ke pulau terkecil sekalipun.

Dalam buku ini Mirah-lah yang akan menceritakan tentang perjalanan hidupnya sendiri kepada tamu-tamu asing yang datang ke rumah tuannya. Iya, Mirah yang sepanjang hidupnya nestapa itu masih menjadi pembantu di usianya yang sudah renta.

Meski begitu, dari cerita Mirah-lah saya bisa mencerna kondisi Banda di masa lalu. Novel ini memiliki 2 latar waktu. Pertama, sekitar 20 hingga 30 tahun setelah perang dunia ke-3 dan kedua selama masa penjajahan Belanda dan Jepang.

Buku ini juga melahirkan banyak tokoh dari kedua masa itu yang ternyata saling terhubung dan menjadi plot twist di akhir cerita. 

Ya, saya telah mempelajari Banda dari sebuah buku yang ditulis tahun 1986 oleh seorang penulis perempuan yang terlahir di Jakarta.

Buku ini punya banyak aroma, di antaranya kisah cinta, ketidakberdayaan, kesetiaan, penantian, keingintahuan, perjuangan dan yah temukanlah sendiri sisanya. Banda yang cantik alami itu rupanya  punya cerita sejarah yang panjang dan kelam. 

Ratusan lembar buku pun mungkin tak mampu menampung keseluruhan ceritanya tapi Mirah dari Banda mampu membawa kita sejenak menyelami pulau terpencil ini di masa -masa paling suramnya. 

Tokoh Mirah hanyalah fiksi karangan Hanna Rambe tapi sosoknya mudah saja kita temukan di Banda di era-era kolonial. Apa yang ia pikirkan dan rasakan menjadi gambaran nyata para penduduk dan budak-budak belian yang terlempar ke Banda pada masa itu. 

Saya ingin memijakkan kaki ke Banda terutama Banda Neira, tapi titik lokasinya membuat nyali menciut. Entah bagaimana kelak nasib mempertemukan saya dengan Banda, mungkin dengan sebuah kejutan atau malah hanya melalui cerita-cerita buku yang saya baca. Yah, setidaknya saya tahu ceritanya dan sudah mencoba berusaha menyelaminya.

Finally, dengan membaca buku ini artinya saya telah berhasil merampungkan apa yang sudah saya mulai. Memang masih banyak yang belum selesai tapi pelan pelan saja, saya akan merampungkannya satu per satu. 

Hm, tapi kalau boleh bilang cerita Mirah dari Banda membuat saya ingin membaca lagi dan lagi. Barangkali ada cerita dari daerah lain yang seharusnya saya tahu sedari lama atau sekadar menjadi pelipur jiwa yang lara. Halah.


Hai, saya Ire. Bagi saya hidup adalah lifelong learning, pembelajaran yang tiada akhir. Melalui blog ini mari sama-sama belajar sembari sesekali bercerita mengenai kisah perjalanan hidup yang sudah saya lewati :)

Comments

  1. penasaran jadi pengen baca juga :')

    ReplyDelete
  2. Sebuah buku lawas yang sangat menguras emosi saat membacanya. Membawa pembaca terbayang situasi Mirah yang serba sulit di era penjajahan bahkan harus menelan banyak pilihan pahit selaku budak. Sangat kelam dan menakutkan, maka tak heran saat dirimu baca memunculkan banyak perasaan. Terutama rasa sungkan untuk melakukan hal-hal menyenangkan. Sastrawati emang beda bacaannya.

    Banda memang jadi salah satu wishlist ku juga, walau aku pun ragu apakah beneran bisa sampai kesana? Biaya akomodasi nya cukup tinggi padahal masih dalam negeri. Jadi penasaran pengen baca bukunya, akan tetapi apakah saya sanggup? Khawatir malah kebayang-bayang sama semua penderitaan Mirah. Jujur takut juga sama hal itu.

    ReplyDelete
  3. Duuuuh mba, aku jadi pengen baca bukunya 😍😍😍😍😍. Walau hanya fiksi, tapi dari buku lama begini, apalagi menceritakan hal yg sebenarnya dari suatu kota cantik yg pernah jadi rebutan penjajah , seolah kita bisa ikut merasakan masa2 kelam yg dulu yaaa.

    Aku pun banyak dengar ttg Banda Neira. Pengeeeen bisa kesana, walau entah kapan. Masalah traveling ke timur Indonesia ini 2 , akses susah dan tiket mahal. Jauh LBH mahal drpd tiket LN.

    Jadi so far cuma bisa berharap dulu suatu saat nanti bisa ke Banda Neira.

    ReplyDelete
  4. Wah pas ada inspirasi nih
    Aku juga mau kencangkan 2026 aktif baca banyak buku lagi
    Soalnya lama-kelamaan lihat gadget kok rasanya gimana gitu
    Sungguh sebuah habit yang tak akan sia sia dengan senang membaca itu
    Soal Mirah ini, aku mau cari
    Siapa tahu perpus yang biasa kudatangi ada

    ReplyDelete
  5. Aahhh, bukunya kok menarik sih mbak buat di baca. Aku juga lagi cari² buku model Mirah gini. Terakhir buku sejenis Mirah yang kubaca punya pak Pram, tapi ini kalau pak Pram lebih ke catatan lapangan pas beliau lagi di asingkan di buru.

    Nah kalau Mirah ini kukira dia bentuknya narasi satu orang namanya Mirah ya. Masanya pun kurang lebih sama/sinkron pas masa² Jungun Ianfu. 🥹

    Ngomong² saya tuh baru sadar kalau Banda Neira nama sebuah tempat lho mbak. Saya kira tuh murni nama band yang lirik²nya teduh. 🤭

    Kalau gini bakal cari² di toko oren atau toko ijo nih.. ✨✨

    ReplyDelete
  6. Baca reviewnya boong banget kalo gak merinding sih mbak. Sedih banget baca kehidupannya mirah, sekeras dan sekejam itu lho kehidupan di masa kolonial.
    Banda Neira yang selama ini terlihat dengan keindahan dan kedamaiannya, ternyata punya sejarah yang gelap dan kelam juga.

    Tapi keren banget sih, novel fiksi bisa bikin kita 'nyemplung' ke sejarah dengan cara yang lebih hidup.

    ReplyDelete
  7. Jadi membayangkan kek apa gitu kalo sosok Mirah-Mirah yang lain beneran nyata ada di jaman dulu..

    Ngenes yang bikin nyess.

    Keknya jaman dulu itu memang bikin miris, karena era penjajahan dan lemahnya kaum perempuan yang hanya dijadikan "gundik atau budak".

    ReplyDelete
  8. Saya tahu Banda Neira ini karena sering nonton youtube traveling Mbak. Misalnya ada yang sengaja naik kapal pelni lalu mampir ke Banda Neira. Saya pun jadi ingin ke sana. Semoga segera kesampaian. Aamin.
    Dan membaca buku ini lewat sosok Mirah, secara tidak langsung kita mengenal keindahan Banda Neira ya, plus dari sosok Mirah bagaimana sebenarnya banyak penderitaan yang dialami oleh perempuan-perempuan dari zaman kolonial Belanda sampai Jepang. Kalau dibuat film ini, pasti bagus ya, Mbak.

    ReplyDelete
  9. 86 aku belum lahir ka, duh sosok mirah nestapa sekali hidup mu, ,mungkin sudah takdir Tuhan mu walaupun membyang kan nya pun sakit spertinya. Perempuan kala itu memang tak berharga , digmbarkan oleh Mirah di sini.

    aku penasaran banda neira itu dimana ku llihat di wikipedia ternyata maluku tengah y, semakin ke bawah ku baca takdir kita memang engga enak kata VOC menyemaat ( sedih ah )

    ReplyDelete
  10. Baca review nya jadi pengen baca jugaa mbaaa...duhh kok banyak yaa buku yg pengen aku baca gegara baca review kayak gini hehe...btw tapi bener sie mba baca fiksi kayak gini berasa jadi gampang memahami cerita sejarah meskipun hanya cerita fiksi tapi aku yakin inj pasti berasal dr para pelaku sejarah secara lgag yang kemudian di ceritakan ulang kan ya...
    Cerita sejarah memamg perlu dibaca dr berbagai sudut pandang agar kita bisa menangkap nya secara utuh

    ReplyDelete
  11. Keindahan Banda Neira yang biasanya kita liat di foto cuma “wow cantik ya”, tiba-tiba jadi punya sisi gelapn yang bikin hati justru agak menciut setelah baca ulasan bukunya. Itu nuansanya kuat banget, nggak sekadar deskripsi sejarah tapi juga ikut ngerasain emosinya pas baca novel itu. Keren kak ulasannya, bikin penasaran sama cerita full-nya juga.

    ReplyDelete
  12. Taunya Banda Neira itu objek wisata yang banyak dikagumi keindahannya oleh para pelancong dalam dan luar negeri, tetapi baru tau kalau sejarahnya lumayan kelam. Walaupun dari sebuah buku fiksi, tetapi banyaknya perempuan yang terintimidasi dan bahkan dijadikan budak seks pada masa penjajahan adalah sebuah fakta. Mirah dari Banda adalah sebuah POV yang bisa mengantarkan kita pada deskripsi seberapa terpojokannya nasib perempuan saat penjajahan dan peperangan. Must read sih ini

    ReplyDelete
  13. Waahhh udah punya bukunya dari lama, berarti ini bukan terbit baru2 ini ya mbak?
    Btw dengan kejadian belakangan ini, aku jadi bertanya2, apakah betul JP Coen sekejam itu? Jangan2 dia korban pemalsuan sejarah juga nih, jangan2 Pak Coen nih malah sebaliknya menghukum koruptor2 londo ireng pada masanya hehe. Entahlah.
    Aku tahunya Banda Neira dari lagu hehe. Apakah dia seindah itu atau juga bolong2 alamnya karena orang2 rakus?
    Semoga nanti kita semua bisa ke sana ya, semoga saat itu alamnya makin bagus aamiin.
    Membaca kisah Mirah menyedihkan sekali hidupnya, sampai kehilangan banyak hal begitu :(
    Lalu endingnya gimana mbak hidupnya?

    ReplyDelete
  14. Bukunya menarik. Aku suka buku yang menyelipkan sejarah dalam ceritanya. Apalagi berlatar belakang pulau yang indah seerti Banda Neira. Walaupun kalau baca ulasannya cukup gelap kisah yang diangkat. Coba nanti saya cari buku ini. Meskipun terbitan lama, sepertinya sangat layak untuk dibaca.

    ReplyDelete
  15. Buku yang sangat menguras emosi ya Tapi berarti bagus karena bisa menyampaikan emosi yang dirangkai dalam kata-kata oleh pengarangnya sehingga kita bisa merasakan dan juga membayangkan kondisi Mirah dan segala ceritanya dalam buku ini apalagi ada bagian bandaranya pastinya menjadi bagian yang menarik sehingga kita ingin mengunjungi tempat itu

    ReplyDelete
  16. Fiksi tapi udh kyk cerita nyata ya kak. Kita bs bayangin kondisi Banda era penjajahan dulu, bahkan saat keemasannya dulu jg diperlihatkan.

    Sedih banget lihat perjalanan Mirah ini. Udh dibawa sejak kecil dan jd gundik saat dewasa. Jd bs banyak belajar dr keteguhan hati Mirah saat mendapatkan cobaan hidup spt itu. Kita yg udh hidup enak di zaman merdeka ini malah sering mengeluh. Smg tdk ada lagi Mirah2 lain di kehidupan saat ini dan masa depan ya kak Ire.

    ReplyDelete
  17. Penjajahan telah membawa luka pada banyak perempuan hindia Belanda. Di banyak buku cerita seringkali perempuan menjadi gundik antek penjajah. Menyedihkan memang,,,dan Mirah adalah salah satunya.

    ReplyDelete
  18. Aku juga baru baca buku ini karena rekomendasi dari booktok dan aku berhasil menemukannya di Ipusnas, keindahan Banda dan kisah tragis pemerannya cukup membuat pembaca sesak yaa..

    ReplyDelete
  19. Aku belum baca bukunya nih, banyak luka yang tersisa dalam ceritanya ya.
    Menarik untuk dibaca di akhir pekan, kucoba cari di Ipunas mbak, trims referensinya ya

    ReplyDelete
  20. Setuju juga.. bagaimana nasib membawa ke Banda Neira, semoga Allah perkenankan yaa..
    Bisa melihat secara langsung keadaan sebenarnya tokoh yang menjadi inspirasi dari "Mirah dari Banda".

    Kalau melihat covernya.. memang uda ketebak kalau buku lama dan masanya sekitar tahun 80-an yaa.. jadi inget sama buku-buku Mira W.

    ReplyDelete

Post a Comment