Hal kedua yang paling
kubenci selain menghadiri pernikahan adalah mengikuti meeting. Seperti
halnya 3 jam sudah kulalui di sini. Duduk di ruang ber AC dengan wangi kental
lavender - yang pasti berasal dari pengharum ruangan yang masih baru- sembari
menyaksikan rekan-rekanmu berdiskusi, lebih tepatnya berdebat.
Kau tahu, kehidupan waktumu
terbunuh secara sia-sia atas nama meeting. Sebenarnya yang mereka
lalukan hanyalah duduk dengan diawali upacara kecil, lalu membahas akar suatu
masalah untuk sampai kepada suatu solusi. Masalahnya, solusi itu ibarat harta
karun di kutub utara dan orang-orang ini memulai perjalanannya dari Asia
Tenggara. Aku sanksi harta itu akan berhasil ditemukan kurang dari setengah
hari jika melihat situasi sekarang (jadwal meeting seharusnya tidak lebih dari
2 jam).
“Ayolah, mikir lagi! Mr.
George nggak akan suka dengan ide kampungan itu! Parasailing, Terjun bebas, itu
klise! Itu sudah banyak dipakai iklan rokok!” Albert mulai kehilangan kendali.
Lebih untuk Albert hanya
mengacak-acak rambut kepalanya sendiri. Kali ini dokumen-dokumen meeting kami
selamat.
“Seorang anak yang menunggu
waktu bel pulang sekolah, mengetuk-ngetuk pensil ke buku,” ucap Soya.
“Kau pikir sedang membuat
video klip baby one more time?!” teriak Albert sembari memegangi
tempurung kepala yang ia pikir bisa saja lepas secara tiba-tiba.
“Kaum marjinal yang terbebas
dari.. hutang? Feel...freee....” Kevin kembali mencoba.
“Norak! Kampungan!” Albert
seketika berdiri lalu mulai melakukan aksi kebanyakan orang kebingungan, mondar
mandir. “Produk ini high class, jangan pakai frame kampungan gitu
dong!” Albert sedikit memberi tekanan pada kata kampungan.
Beberapa kali Albert melirik
jam di tangannya. Sepertinya ia mulai menyadari bahwa meeting
seharusnya sudah menghasilkan keputusan. Mukanya terlihat semakin kusut dan
cemas. Dalam kondisi seperti itu tak mungkin ia mampu mencetak ide-ide briliant
seperti sebelum-sebelumnya.
“Bert, semua pakam yang kamu
minta sudah kita coba sematkan, tapi nggak ada yang cocok sama kamu. Kita sudah
mencoba keluar dari ide-ide pada umumnya, lho.” Terdengar nada kesal pada
ucapan Soya.
Dan seperti itu yang terus
terulang tanpa penghujung. Albert dengan kekolotannya, Soya dan Kevin dengan
ide yang...yah sedikit ada benarnya kata Albert, kampungan. Fadli diam, aku
diam. Ku pikir Fadli diam bukan karena muak, mungkin ia tengah membayangkan
Monica Belluci tanpa busana. Jika dikorelasikan dengan tema kebebasan, Fadli
mungkin akan menggambarkannya sebagai adegan party dalam sebuah kamar
hotel VIP dengan busana bebas, bebas tanpa busana. Dan lihat, makhluk itu
sedang senyum-senyum sendiri dengan tatapan kosong.
Sedang aku? Bagaimana aku
bisa memberikan ide soal kebebasan, sedang kebebasanku sendiri tengah ditawan
dalam ruangan ini? Dan..oke, sepertinya aku harus melarikan diri dari situasi
membosankan ini.
“Nis? Mau kemana?” Panggilan
Albert seketika menghentikan langkahku. Aku menoleh.
“Projectku masih banyak yang
pending. Nanti hasilnya share aja ya,” ucapku sembari meneruskan
langkah.
“Kamu pikir project
kali ini nggak penting?!” Suara Albert mulai meninggi dan jujur membuatku
enggan meneruskan langkah.
Aku menghela napas kesal.
“Albert..... bagiku
kebebasan itu omong kosong!” Aku meneruskan melangkah ke luar ruangan tanpa
menoleh sedikitpun. Wangi lavender semakin menyusut, artinya aku sudah terbebas
dari ruangan itu.
“Kebebasan itu omong kosong!
Yeah, kebebasan itu omong kosong!” Itulah kata terakhir yang sempat kudengar
dari mulut Albert. Dia mengucapkannya seperti sudah mendarat di kutub utara dan
menemukan harta karun lebih dari yang tertera di surat wasiat.
Menurutku begitu. Kebebasan
itu tidak benar-benar ada. Kebebasan itu bersekat. Seperti kolong dan dipan,
menjadi satu tanpa unsur kesengajaan. Bagi sebagian orang, kebebasan itu bebas
dari ikatan pernikahan, tapi bagi sebagian yang lain pernikahan itu justru
membebaskan diri dari larangan-larangan. Tidak boleh mencium, tidak boleh
memegang, tidak boleh ini dan itu. Karena itulah kebebasan tidak pernah
benar-benar ada. Kebebasan ada ketika tidak meninggalkan batasan atas kebebasan
yang lain. Jadi itu hanya omong kosong!
Seperti kalian tahu. Iklan
kami itu sekarang booming dan diputar setiap 1 jam sekali selama 3 bulan
berturut-turut di hampir setiap stasiun televisi di negeri ini. Aku sendiri
yang menjadi pemeran utamanya. Aku menuruti permintaan Albert karena kupikir
itu cara termudah untuk bilang ke seluruh negeri bahwa kebebasan itu hanyalah
omong kosong. Dan aku benar-benar puas.
So, what freedom means to you?
*Dengan jujur dan polos
bahwa inspirasinya dapat dari iklan provider.
Comments
Post a Comment