Skip to main content

2 Menit




Lorong itu penuh orang namun lengang. Semua orang berkostum sama, hem putih dengan celana hitam, rok hitam, dasi hitam, dan sepatu hitam. Masing-masing dari mereka sibuk dengan diri sendiri, membuka-buka berkas, menelusuri halaman demi halaman, memejamkan mata berdoa atau sedang mondar-mandir tanpa bersuara. 

Di sebuah sudut seorang pemuda berjongkok dengan sebuah foto di tangan. Serius, pemuda itu tenggelam kepada sosok wanita yang ada di foto. Dia sedang gelisah, sama seperti beberapa pemuda lain yang juga sibuk dengan diri sendiri. Dia mencoba mencari ketenangan dengan interaksi tanpa suara dengan foto itu. Perlahan dia membaliknya, jemarinya lihai menelusuri huruf demi huruf yang tersusun. Rasa tegang dan buncahan semangat telah membakar si pemuda. Selama 2 menit dia kembali membayangkan kebersamaanya dengan si wanita. Hanya 2 menit, dan itu cukup untuk membakar api semangatnya.

“Kreeek...,” suara pintu terbuka. Sosok pemuda dengan kostum sepadan keluar dari ruangan. Semua mata tertuju pada pemuda itu. Pemuda tersebut hanya diam, menarik nafas lalu mengarahkan pandang ke sekeliling, menatap balik orang-orang yang tengah menatapnya. Perlahan seburit senyum terlukis di wajah si pemuda, “Yes, berhasil!” sontak semua orang yang tegang berubah mimik gembira,memeluk, berucap selamat kepada si pemuda. 

Selama 2 menit mereka mulai melerai masing-masing diri, si pemuda memanggil pemuda lain yang sedari tadi memegangi foto, “Juna, giliran kamu sekarang,” ucapnya seraya memanggutkan kepala.  Juna memandang foto sekali lagi, baru kemudian mantap untuk memasukkannya ke dalam saku kemeja, dan memasuki ruangan.

Di dalam ruangan, Juna berdiri di hadapan 3 orang intelektual yang kesemuanya  tengah menatap tajam dan siap membabat habis. mereka menunggu Juna mengeluarkan kata-kata. Juna memantapkan hati yakin baru kemudian mengeluarkan suara. 

“Selamat Pagi, saya Arjuna Wicaksana pada hari ini ingin mempresentasikan hasil akhir Tugas saya sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Pemasaran yang berjudul “Analisis Experential Marketing terhadap loyalitas pelanggan pada.........”

Sudah setengah jam Juna bertarung mati matian, menggerakkan mental dan melibas seluruh sanggahan dari penguji. Sesekali sebuah pertanyaan melayang tanpa pandang bulu mematikan naluri logikanya, menggoyahkan benteng pengetahuan yang sudah ia susun.  Bila sedang di titik rendah, Juna akan memberi dirinya jeda sejenak, 2 menit untuk mengingat Lilia, dan itu cukup untuk kembali menggerakkan otaknya yang mulai dibekukan oleh sanggahan si penguji. 

Akhirnya pintu ruang panas itu pun terbuka. Juna keluar, kali ini dia langsung sumringah, tersenyum. Tanpa ragu dan bertanya semua teman-temannya memeluknya mengucapkan selamat. Juna tidak bisa berlama-lama dalam euforia itu, dia berlari meninggalkan teman-temannya. Dia tak peduli dengan orang-orang yang dilaluinya menatap aneh. Dia sedang tergesa-gesa. Dia berlari menuju stasiun masih dengan kostum ujiannya.

Di stasiun, dia menatap cepat ke arah sekitar, mencari sesosok wanita bernama Lilia. Dia berlari ke arah kanan namun tidak ditemukannya, dia berbalik ke kiri tapi, nihil. Nafasnya masih memburu, pandangannya tak berhenti mencari hingga sebuah suara dari belakang menghentikannya.

“Juna.....” panggil wanita itu lirih. Juna berbalik, dan menemukan sosok wanita yang selama ini hanya bisa dia pandangi lewat foto. Seorang wanita yang hadir di setiap detik dalam hidupnya, wanita yang selalu membangkitkannya dalam setiap keterpurukan, wanita yang menjadi semangatnya dikala menyerah. 

2 menit mereka saling pandang dan terdiam, memendam sebuah buncahan rasa yang selama 2 menit masih bisa mereka kendalikan.

Juna tak kuasa menahan haru, dengan terburu dipeluknya Lilia dengan erat, seerat–eratnya seolah dia ingin memberi pelajaran kepada wanita itu betapa setahun mereka terpisah seperti seratus tahun bagi Juna, dia ingin membalas dendam dengan pelukan eratnya dan membuktikan betapa Lilia telah kejam memingit dirinya selama setahun demi skripsi. Dan pelukan Juna semakin erat, dia masih ingin membalaskan dendamnya karena selama setahun mereka tak boleh bersua.

Lilia menyadari keharuan yang Juna bangun, Lilia merasakan buncahan rasa yang telah Juna transformasikan untuknya. Mereka menangis menahan haru satu sama lain, kali ini 2 menit rasanya tidak cukup untuk menggantikan kehadiran Lilia selama setahun. Juna membiarkan 2 menit itu berlalu semakin jauh, dan jauh.

Dalam euforia pelukan, dia melirik dan membalik foto di tangannya,

Setahun lagi , aku tunggu kamu di stasiun, dan ingat, harus bawa skripsi utuh J  –Lilia-“.
Juna tersenyum setelah membacanya untuk kesekian ribu kali, 

“Thanks ya...thanks buat supportnya...” Juna berbisik lirih di telinga Lilia. Lilia mengangguk haru dalam pelukan.

[Note : Flash fiction 2 Menit adalah Flash Fiction pertama saya tanpa latihan dan  pernah diikutsertakan dalam sayembara Flash Fiction dengan tema 'Rindu Tanpa Kata Rindu' tahun 2013 dan kalah (cuma masuk 40 besar). Kala itu belum paham betul apa itu FF dan apa saja unsur-unsur dasarnya :p ]

Comments

  1. Baru tau ada jenis fiksi yang namanya Flash Fiction.

    Masih harus belajar lagi nih :)

    Bagus kok ceritanya

    ReplyDelete
  2. Thanks Ron :)
    Flash Fiction lebih pendek dari cerpen dan identik dengan kejutan di ujung cerita, dan cerita di atas ujungnya kurang nuik.

    ReplyDelete
  3. Menarik fiksinya... terus berkarya :) thanks buat fiksinya

    Salam kenal penulis ulung

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

China Diserang Pneumonia, Indonesia Tak Perlu Panik!

Unsplash.com/Diana Polekhina Pasca membaik dari Covid 19, publik kembali dikhawatirkan dengan berita munculnya wabah baru Pneumonia. Entah kebetulan atau bukan tapi wabah ini lagi-lagi datang dari negara tempat bermulanya Covid 19 yaitu China. Kasus pneumonia ini pertama dilaporkan pada 13 november 2023 lalu. Global times menyebut rumah sakit anak di China sudah kewalahan menerima pasien yang berjumlah rata-rata mencapai 9378 setiap harinya. WHO sendiri mengaku memantau mengenai peningkatan pneumonia yang sedang terjadi di China.  Prof Francois Balloux dari University College London menyebut adanya istilah hutang imunitas. Lockdown yang terjadi ketika covid 19 memicu fenomena keluarnya gelombang infeksi pernapasan. China sendiri diketahui melakukan lockdown lebih lama dibanding dengan negara-negara lain sehingga potensi terpaparnya akan lebih besar. Menanggapi fenomena yang tejadi di negaranya, Mi Feng selaku Komini Kesehatan Nasional menyampaikan bahwa pihaknya telah mengupayakan bebe

Jurus Anti Rugi Hidup di Era Digital!

      Sumber : Doc.Pribadi/irerosanaullail   Rugi banget kalau kita hidup di era digital dengan segala kemajuan dan kemudahan dalam berbagai hal tapi kita malah memilih rebahan di rumah dan menjadi penonton serta penikmat dari buah kemajuan tersebut. Kenapa tidak mencoba mengambil peran dan memaksimalkan diri di era ini?! Mulai berbisnis contohnya. Era digital bisa dibilang sangat ramah kepada para pebisnis. Maraknya sosial media serta keberadaan aneka marketplace memudahkan para pelaku bisnis pemula untuk memasarkan produk-produknya. Tentunya kesempatan ini amat sangat sayang jika dilewatkan begitu saja. Salah satu bisnis yang cukup diminati di era digital adalah kuliner. Bisnis kuliner digadang-gadang tidak akan pernah mati. 271 juta jiwa penduduk Indonesia butuh makan untuk melanjutkan hidup. Itulah salah satu alasan mengapa bisnis kuliner akan senantiasa panjang umur. So , tidak ada salahnya jika kita juga melirik bisnis ini. Masalahnya adalah, apa yang ingin dijual? Di sin

100 Blogger dan Sejuta Optimisme dalam Anniversary ke 9th Bloggercrony

  dokpri/irerosana “Hiduplah seolah-olah kamu akan mati besok. Belajarlah seolah-olah kamu hidup selamanya.” Itulah quotes yang menjadi pecutan saya untuk terus mengembangkan diri khususnya di dunia tulis menulis. Menjadi seorang blogger memang dituntut untuk terus belajar dan belajar karena itulah salah satu amunisi yang bisa kita pakai untuk bisa terus menulis. Belajar tidak melulu harus di depan buku dan laptop. Berinteraksi dan berkumpul antar sesama blogger pun bisa menjadi jalan untuk menambah ilmu. Keyakinan itulah yang saya bawa ketika hadir pada perayaan 9 tahun Bloggercrony yang diadakan di Carro Indonesia Pondok Indah. Saya tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menjalin relasi serta menimba ilmu dengan bertemu kurang lebih 100 blogger dari berbagai daerah di Indonesia. Usia saya di Bloggercrony memang masih seumur jagung, baru beberapa bulan bergabung dan bahkan belum genap setahun. Ibarat bayi saya masih belajar untuk merangkak secara tegak. Karena itulah perayaan