‘Jodoh itu urusan Allah’ tapi
usaha pencarian jodoh itu menjadi urusan kita.
Tidak ada penggambaran definisi jodoh secara pakam. Bahkan KBBI pun
hanya bisa menjelaskan secara arti kata yang berarti cocok & sesuai.
Definisi tersebut tentunya tidak cukup untuk menjelaskan konteks ‘jodoh’ secara
lebih mendalam. Cocok dan sesuai belum tentu jodoh, tapi bisa jadi kalau jodoh
pasti cocok dan sesuai.
Jodoh sudah pasti ditentukan
Allah, logikanya kita tidak perlu khawatir tidak kebagian. Tapi, bagi wanita
yang berusia lebih dari 25 tahun namun masih single alias belum menemukan jodoh
logika tersebut tidak cukup menenangkan. Wanita single dengan usia pantas
berkeluarga itu tantangannya berat, dan pastilah mereka harus bermental kuat
dan dan berpikir cerdas untuk menanggapi omongan-omongan miring dan gosip-gosip
para tetangga. Belum lagi harus menghadapi kenyataan bahwa perawan-perawan di
daerahnya bisa dihitung dengan menggunakan jari. Belum lagi buka social media
dan menemukan teman-temannya asyik riang mengupload foto-foto pernikahan
ataupun anak mereka yang imut lucu serta menggelikan. Belum lagi yang punya
adik perempuan dan sudah memberi tanda-tanda akan segera dilamar pacarnya.
Kalau bukan hebat dan kuat, bisa bantu disebutkan kata-kata apa yang pantas
untuk kita-kita?
Terkadang saya sendiri terbawa
arus pemikiran orang-orang sekitar. Apalagi dalam kondisi mental kurang fit,
sindiran dan momen yang biasanya bisa dilalui dengan biasa saja bisa berubah
menjadi kegalauan. Tapi saya bisa merasakan bahwa gusuran efek positif thinking
lebih banyak bekerja untuk saya. Dibilang tidak ingin ya pasti ingin, ’tapi kok kelihatannya santai-santai saja?’
saya sering mendapat pertanyaan seperti itu. Saya jawab enak, ‘ya dibuat santai’. Apa kalau kita belum
ditemukan dengan jodoh harus tiap hari merengek meratapi nasib? Atau mungkin yang
ekstrem mengobral diri / membanting harga dan tawar tawar di pasar? Tidak
bukan?. Terus dikatain lagi ‘Lha kamu ga’
usaha kali.’ Saya jawab, saya tiap hari berdoa dan mengusahakan yang terbaik
apa itu bukan usaha? Kita ini kan wanita jadi usaha ya sebatas itu-itu saja. Coba
saya laki-laki, nemu yang cocok, saya bidik lalu tembak. Apa kita perlu
melakukan tindakan ekstreme ‘Nikahin kita
dong..!’ Tidak juga, kan?
Tapi masalah yang terberat adalah
ketika sudah berurusan dengan orang tua. Mana ada orang tua yang tidak cemas
punya anak perawan dengan usia matang. Apalagi teman-temannya sudah mulai
membangun rumah dan punya anak. Pun begitu dengan orang tua saya. Tahun-tahun
lalu cemasnya terlalu berlebihan, apalagi kalau emak saya di provokatori para
tetangga ‘Kapan bu anaknya?’ terus
emak saya galau, biasa ibu-ibu suka terlalu mendengarkan omongan tetangga. Saya
sempat juga menjadi treding topic karena belum juga menikah padahal semua
sahabat saya sudah ludes dibawa suaminya. Tapi saya sudah pandai menghadapi
kecemasan orang tua model begitu. Buat yang belum menemukan cara bisa pakai
cara dari saya berikut:
1. Ajak
ngobrol santai, pastikan mood mereka baik lalu bahas pelan-pelan topik menikah
2. Dalam obrolan tersebut cari tahu apa yang sebenarnya mereka cemaskan? Bisa jadi mereka mencemaskan perasaan kita akan sedih karena takut kita terpuruk oleh keadaan bisa juga hanya tidak nyaman dengan omongan tetangga.
2. Dalam obrolan tersebut cari tahu apa yang sebenarnya mereka cemaskan? Bisa jadi mereka mencemaskan perasaan kita akan sedih karena takut kita terpuruk oleh keadaan bisa juga hanya tidak nyaman dengan omongan tetangga.
3. Kalau
alasan yang pertama mending yakinkan mereka kalau kita baik-baik saja, bahagia
dan santai. Juga jangan pernah memperlihatkan mimik sedih, termenung sendirian,
atau menyanyi lagu-lagu galau di kamar mandi, Ortu bisa salah sangka kita galau
gara-gara menikah.
4. Kalau
yang dipermasalahkan omongan tetangga bilang, ’Nanti yang mengurus suami, saya
lho Pak,Bu bukan tetangga, kalau menderita, saya juga lho yang merasakan bukan
tetangga,’ jadi tidak perlu terburu-buru hanya karena menuruti omongan
tetangga. Masyarakat banyak itu ada-ada saja bahan omongannya.
5. Kalau
masalahnya si A udah punya anak, Si B juga udah punya rumah, bilang aja ‘Tapi
si C teman saya belum nikah ga’ kerja pula, Si D juga nikah 2 tahun belum punya
anak, atau Si E nikah tapi mau cerai mulu padahal baru setahun’ maksudnya biar
tidak terlalu membanding bandingkan dengan hidup orang lain. Setiap orang punya
cobaan hidup sendiri-sendiri jadi jangan menghabiskan waktu untuk melirik iri
atas hidup orang lain. Ada yang cobaanya kerjaan, ada yang cobaanya anak, ada
juga jodoh, jadi tidak perlu iri. Alhamdulillah ortu saya tidak kolot sih jadi
bisa menerima cara berfikir anaknya yang aneh.
Nah, dari obrolan-obrolan
tersebut kan jadi jelas semuanya, antara kita dan orang tua juga tidak perlu
berpersepsi sendiri-sendiri. Toh nyatanya ortu saya jadi sedikit lega saya
punya pemikiran seperti itu. Walaupun terkadang masih kumat, sih.
Yang membahayakan adalah ketika
orang tua memandang ini bukan persoalan sudah ada jodoh atau belum, tapi mereka
menyangka terjadi penyimpangan terhadap anakanya (baca:ga’ doyan lelaki). Kalau
menghadapi yang seperti itu pamer aja, pas nonton TV liat sinetron ‘Gila...tu cowok cakep bener, mau dong suami
kaya gitu’ ortu pasti lega, owh ternyata perkiraan mereka salah.
Kalau saya
gampang, samperin ortu, nyodorin foto di HP, bilang saja itu calon suami saya
kelak, walaupun beberapa menit kemudian tanya ‘Pacar kamu?’ saya jawab ‘Bukan,’
hahahaha mreka tertawa menganggap saya gila. Tapi mereka pun lega, dan menganggap
ternyata saya normal, untungnya lagi sampai sekarang saya tidak dikejar-kejar
menikah. Cuma saya tahu dalam doa mereka pasti minta saya menikah
sekencang-kencangnya. Tapi setidaknya tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Jadi beberapa tahun lalu, emak
saya paranoid saya tidak menikah akhirnya mencoba mengenalkan anaknya
temen-temennya. ‘Ini lho adeknya si
itu...alim, kerja lumayan, dan kalau diajak ngomong nyambung gitu seperti
permintaanmu’ kata nyokap sembari menyodorkan foto dari HP. ‘Ogah, kalau mau ngenalin itu liat dulu, dia
waras ng’ kalau waras jangan dikenalin aku dong mak, bisa-bisa dia jadi gila
lho...hahahah’ balasku becanda. ‘Pokoknya
neh ya kalau aku dijodoh-jodohin aku mau minggat, pindah kerja ke Jogja!’
saya beranjak membanting pintu kamar (biar mirip disinetron-sinetron
gitu,hihihi..). Takut saya minggat beneran nyokap tidak berani lagi menyodorkan
calon. Fiuh...orang bonyok aja menikah karena jatuh cinta, masa anaknya lebih
primitif ‘dijodohkan’?
Obrolan soal pernikahan sudah
sering ada dikeluarga kami. Cara bahasnya benar-benar ringan dan tidak perlu
memandang perasaan orang anaknya nyantai semua macam saya. Malah pernah nyokap
teriak ke adek saya ‘Do, sono buruan
nikah sama Nila, ini embakmu ga’ mau nikah neh!’ astaghfirullah tega bener,
yang tidak mau menikah siapa coba? Haduh. Tapi saya bersyukur, sekeras dan
sekolot-kolotnya mereka tidak pernah saklek menghendaki anaknya harus menikah
dengan ini, dengan itu, harus begini, harus begitu, tapi masih bisa diberi
masukan.
Di lingkungan luar paling
memberatkan saya itu ketika ada acara hajatan, dan saya harus sinoman dan saya
cew paling tua sendiri, itu sungguh sungguh satu satunya alasan yang membuat saya
jadi ingin menikah. Bisa dibayangkan karena menjadi senior jadi saya yg harus
buka tutup rapat, buat konsep, buat undangan sinoman, memandu acara. Sewaktu
saya alihkan ke adek-adek ‘De’ kalian
harus latihan buka rapat, kan sebentar lagi saya juga menikah, kalau tidak
latihan dari sekarang kapan lagi?’ jawab mereka enteng doank ‘Emang mb mau menikah, bohong, mana calonnya
ngga’ ada’ Jlep, kejem banget itu kata-kata.
Dan yang paling aneh adalah, mau
acara hajatan siapapun, tetangga ,saudara yang diperbincangkan di area belakang
adalah bukan siempunya hajatan tapi malah membahas pernikahan saya, haduh.
Contoh kemarin di desa ‘Nanti
pernikahannya Mb pasti se desa ke sana semua', :O busyet!’ ‘Ntar snacknya dari
sini aja,’ ‘ ini shootingnya dari kita aja mb’ haduh haduh tolong yang
nikah siapa ya? ‘He maaf semua sepertinya
saya nikah ijab qobul aja’ biar ga’ pada ribut gitu. ‘Lho....jangan dong..bla..bla...’ oke.... baiklah...stop! Pernah
lho sampai saya bilang begini ‘saya itu
tidak masalah adek saya nikah duluan Bu ya, yang bermasalah itu biasanya
omongan orang-orang itu....’ semoga si ibu tidak tersinggung.
Jodoh itu siapa dan kapan? Itu urusan
Allah. Tapi saat Allah menganugerahkan perasaan cinta, saya berusaha menerima,
menjaga dan memaksimalkan dengan baik, urusan ternyata dia jodoh saya kelak, itu
bonus. Dan saya sangat senang bila mengartikan jodoh dengan konsep tulang
rusuk. Yang mana bila wanita benar diciptakan dari tulang rusuk pria artinya
wanita itu melindungi organ-organ vital jodohnya, sehingga ada keterikatan
batin. Bentuknya pun sudah diatur sedemikian rupa diambil dari tulang rusuk
yang sedikit tingkat kebengkoanya itu adalah salah satu bentuk ke Maha Tahuan
Allah kalau kelemahan kaum lelaki yang sangat sulit
apabila diamanahi untuk meluruskan bagian yang paling bengkok. Pula mengapa
tidak diambil dari rangka kepala agar tidak melebihi laki-laki maupun dari
tulang kaki agar tidak direndahkan oleh kaum lelaki, tapi dari tulang rusuk di
dada untuk melindungi dan dilindungi. Konsep itu benar-benar indah.
Jadi jodoh itu sudah ada, kita
hanya perlu berusaha. Tapi kalaupun sudah berusaha belum diberi juga, itu
artinya kita masih dipercaya Allah untuk memimpin diri sendiri, untuk
membahagiakan orang sekitar. Bahagia ketika single itu bukan berarti tidak mau
menikah, dan tidak membuat diri terpuruk itu salah satu pilihan. Toh hakekat
hidup sebenarnya bukanlah untuk selalu bahagia tapi tetap berusaha bahagia
apapun kondisi kita. Nikah (secepatnya) amin!
Bagaimana bila dihadapkan pada pilihan poligami?
ReplyDeleteMeskipun itu adalah sesuatu yang halal,
dan tujuannya pun juga baik adalah supaya
tidak banyak perawan-perawan cukup umur
yang galau tadi. How re?
Poligami dihalalkan Al-Qur'an dan apa yang dihalalkan oleh Al-Qur'an tidak bisa diharamkan oleh manusia. So, secara pribadi aku mendukung apa yang dikatakan Al-qur'an asal niatnya memang karena Allah, bukan menyalahgunakan ketetapan Allah. Selain dari soal agama menurutku, poligami bisa dilakukan asal si pria memenuhi banyak kriteria, seperti mampu secara finansial, pandai dan berilmu dan mampu seperti yang tertera di alkitab
ReplyDelete