Sumber : tulismenulis.com |
Bila
kamu calon ayah, pelajaran pertama apa yang akan kau hadiahkan kepada anakmu
kelak? Bila kamu seorang ayah, pelajaran pertama apa yang sudah kamu ajarkan
kepada anakmu?
Saya percaya mengajarkan kearifan melalui dongeng atau
cerita akan lebih mengena di hati seorang anak ketimbang memarahi dan menghukum
untuk tidak boleh melakukan sesuatu dalam batas waktu tertentu. Beruntung
semasa kecil saya hidup di zaman di mana
internet, sosial media belum lahir dan hiburan hanya sebatas dari televisi
milik orang berpendapatan lebih. Di masa itu, kebersamaan menjadi salah satu
pembunuh sepi. Bapak dengan pengetahuannya yang minim sering mendongeng sebagai
pengantar tidur. Detail ceritanya masih saya ingat sampai sekarang, tentu ada
pengaruh nilai pembelajaran yang masih melekat secara kuat dalam diri saya.
Seorang Tere Liye melalui novel ‘Ayahku (Bukan)
Pembohong’ ingin menampilkan sebuah cerita tentang seorang ayah yang mendidik
anaknya melalui cerita-cerita petualangan yang pernah ia alami. Awalnya kita
akan mengategorikan cerita-cerita tersebut ke dalam kelas dongeng dengan
terciumnya beberapa ke-absurb-an seperti : Ayahnya mengenal baik kapten salah
satu team bola terbaik di Eropa, Ayahnya pernah mengunjungi suku pengendali
angin, suku yang bisa menerbangkan diri dengan layang-layang dan ayahnya pernah
memakan apel emas yang hanya berbuah setiap satu tahun sekali. Sampai pada
titik akhir cerita terungkaplah kenyataan dari cerita-cerita ayahnya selama itu.
Anak sang ayah yang bernama Dam, tumbuh dan melalui
fase-fase remajanya dengan berbekal kearifan dan semangat dari cerita-cerita dari
sang ayah. Bagaimana ia menghadapi bullying dari temannya yang bernama Jarjit,
bagaimana ia memotivasi dirinya menjadi juara renang nasional, hingga tanpa ia
sadari, cerita-cerita itulah yang membentuk karakter Dam yang ramah, ringan
tangan, ceria, pantang menyerah, bersemangat sampai ia dewasa.
“Bukankah
Ayah pernah bercerita bahwa Suku penguasa angin bisa bersabar walau beratus
tahun dizalimi musuh-musuh mereka? Suku itu paham, terkadang cara membalas
terbaik justru dengan tidak membalas.”
“Penjajah
itu tidak tahu kekuatan bersabar. Kekuatan ini bahkan lebih besar dibandingkan
peledak berhulu nuklir. Alam semeseta selalu bersama orang-orang yang sabar.”
Segalanya terlihat baik-baik saja, hingga pada suatu
ketika ia dihadapkan dengan masa dewasa yang penuh dengan logika dan tanda
tanya. Lagi, ketika Ibunya harus mengembuskan napas terakhir, Dam yang dalam
keadaan duka menuduh sang Ibu hidup dalam ketidakbahagiaan. Ayahnya terlalu
hidup dalam kesederhanaan tanpa pernah sekalipun menyenangkan Ibunya dengan memberikan
hidup yang layak atau sekadar memberikan sesuatu. Meski seisi kota menganggap
ayah Dam sebagai satu-satunya orang yang jujur dan sederhana, namun Dam dewasa
menganggap ayahnya seorang yang penuh kebohongan dengan cerita-cerita
absurbnya.
Apakah benar Ibu Dam tidak pernah bahagia selama hidup
bersama ayahnya dan apakah cerita-cerita sang ayah itu nyata atau hanya fiksi
belaka? Rasanya kurang tepat bila saya memberitahukan akhir ceritanya. Saya bisa
memberi tahu, tapi dengan itu pembaca tidak akan tahu betapa nikmat susunan
kalimat dari seorang Tere Liye.
“
Dan kau tahu, Dam, hukum itu sejatinya adalah akal sehat, bukan debat kusir,
bukan pintar bicara...”
Temukan makna kebahagiaan sejati, kearifan, hakekat
keadilan dari cerita keluarga kecil Dam. Saya yang selama ini kurang berkenan
melirik novel-novel Tere Liye jadi tertarik untuk membaca judul-judul lainnya.
Akhirul kata, para pembaca yang budiman dapat pesan dari Tere
Liye :
Untuk
membuat hati kita lapang dan dalam, tidak cukup dengan membaca novel, membaca
buku-buku, mendengar petuah, nasihat, atau ceramah. Para sufi dan orang-orang
berbahagia di dunia harus bekerja keras, membangun benteng, menjauh dari dunia,
melatih hati siang dan malam. Hidup sederhana, apa adanya, adalah jalan
tercepat untuk melatih hati di tengah riuh rendah kehidupan hari ini.
Percayalah, memiliki hati yang lapang dan dalam adalah konkret dan
menyenangkan, ketika kita bisa berdiri dengan seluruh kebahagiaan hidup,
menatap kesibukan di sekitar dan melewati hari-hari berjalan, bersama keluarga
tercinta.
Comments
Post a Comment